Friday, April 20, 2007

CENTURY

CENTURY




Perjalanan itu panjang.
Panjang bagaikan daun yang tak berujung untuk mengapai bulan.
Perjalanan yang tak seorangpun tau akan kemana.
Tapi aku tau.
Aku tau akan kemana perjalanan itu. Seperti air yang sengaja mengalirkan dirinya untuk menuju ke lautan,
Gemericik,
Tetes air hujan,
Gelombang yang besar
Dan juga banjir yang menghancurkan tempat orang-orang yang memang pantas hancur.
Aku melihat raungan orang yang mengemis ketika mereka tak menyadari bahwa mereka punya tangan untuk bekerja. Aku melihat duka pada orang yang tak mengenal cinta.
Cinta?
Ah itu dia! Ya cinta!
Sebagaian orang mengakui bahwa mereka mengenal cinta. Mereka merasakan cinta. Mereka sedang berada dalam cinta.
Aku ingat cerita Rama dan Sinta.
Begitu besar cinta Sinta kepada Rama sehingga walaupun Sinta dalam dekapan Rahwana, tetapi dia tetap menjaga kesucian tubuhnya dari sentuhan Rahwana. Benarkah demikian? Bagaimana kalau Rahwana memaksa? Bagaimana kalau Sinta diancam untuk dibunuh?
Begitu juga bagaimana apabila Sinta-Sinta yang berada dalam kehidupan masa kini juga berada dalam wilayah mencintai Rama tetapi berada dalam penjara Rahwana?
Apa yang akan dilakukan Sinta?
Tentu saja menjaga kesucian itu hanya untuk orang yang sangat dicintainya, untuk Rama sang cinta.
Pada saat seperti itu kadang tubuh bukanlah rasa. Raga bukanlah hati. Fisik manusia tidak bicara masalah cinta. Sang fisik dapat saja menipu untuk berpura-pura menjadi sang cinta, padahal sang hati yang mutlak adalah rasa itu sendiri sudah terjerat dengan janji suci sang jiwa yang selalu mengumandangkan cinta.
Kemarin aku bertemu dengan Sinta masa kini yang berada di bumi ini.
Aku menatap matanya.
Kulihat bahwa ia mencintai Rama dengan sangat. Dan aku tahu bahwa ia sedang berada dalam penjara Rahwana.
”Akan kemanakah engkau?” tanyaku.
”Aku akan mencari kekasihku,” jawab dia.
”Dimana dia?”
”Aku belum dapat memberi tahu kamu saat ini,” jawab Sinta masa kini itu.

Oh...
Bagitu rahasiakah tempat kekasihmu itu?
Sang Sinta sangat menyembunyikan kekasihnya berada dimana. Ia khawatir bahwa tempat itu akan diketahui banyak orang dan akan banyak orang yang datang kesana.
”Mengapa kamu takut tempat itu diketahui banyak orang?” tanyaku.
”Karena kenangan yang ada di tempat itu.”
”Kenangan?”
”Ya.”
”Kenangan apa?”
”Setiap orang yang tahu tempat itu pasti akan tertulari birahi yang ada.”

Oh..
Aku diam. Sedalam itukah sesuatu yang ada. Mengapa Sinta masa kini itu membawa kata birahi segala. Apa hubungannya birahi dengan cinta?
Aku melihat matanya. Memang penuh cinta. Kuulangi lagi menatap matanya. Sekali lagi memang penuh cinta. Luar biasa!
”Bisakah kau bisikkan padaku tempat itu?” tanyaku.
”Untuk apa?”
”Tulari aku dengan birahi itu!”

Oh..
Apa ada yang salah dengan diriku sehingga aku ingin ditulari dengan birahi sang Sinta?
Peralahan ada rasa yang mengalir.
Ada.
Jelas ada. Kurasakan ada.
Siapakah kamu Sinta?
Dengan diammu kamu bawakan rasa yang dalam untuk memahami sebuah perjalanan. Dengan diammu kamu bawakan aku memahami sebuah birahi yang dulunya tak pernah kurasakan. Dengan diammu kamu bawakan aliran nada yang bernyanyi tentang sabda-sabda suci.

Oh.....
Ketika kulihat burung yang kulihat adalah cinta,
Ketika kulihat daun yang kulihat adalah cinta,
Ketika kulihat matahari yang kulihat adalah cinta
Ketika kulihat tanah yang kulihat adalah cinta
Ketika kulihat darah yang kulihat adalah cinta,
Ketika kulihat ikan yang kulihat adalah cinta,
Ketika kulihat maut yang kulihat adalah cinta,

Perjalanan itu panjang. Memang panjang. Sangat panjang.
Sepanjang rasa cinta itu sendiri.
“Mengapa tak kau ceritakan tempat itu?” tanyaku lagi.
Sinta diam.
”Ada apa di tempat itu?” tanyaku.
”Tempat itu adalah tempat pertemuan kami,” jawab Sinta.

Oh...
Tempat pertemuan?
Setiap orang punya tempat pertemuan.
Setiap agama mempunyai tempat pertemuan.
Tempat pertemuan bersama Tuhan yang dengan pertemuan itu dapat menimbulkan kerinduan yang sangat dengan percumbuan denganNya.
”Aku bercumbu dengannya,” kata Sinta.
”Di tempat itu?” tanyaku.
”Ya, ditempat itu.”
”Percumbuan yang seperti apa?” tanyaku.
”Percumbuan yang hebat. Pecumbuan yang dahsyat! Percumbuan yang tak pernah sama sekali aku rasakan ketika aku bersama Rahwana.”
Aku melihat mata Sinta. Memang menampakkan sebuah kenikmatan yang sangat. Matanya memancarkan rasa sayang yang dalam, memancarkan cinta yang meluap. Dan yang pasti matanya memancarkan gairah yang menggelora.

Perjalanan itu sangat panjang.
Ternyata tidak demikian panjang ketika sebuah percumbuan yang dahsyat terjadi di tempat yang dirahasiakan oleh Sinta.
Maukah Sinta memberi tahuku dimana tempat itu?
Bercumbu dengan cinta adalah mengalunkan nada suci yang keluar bersama tartan-tarian tanpa tubuh. Tarian jiwa!
Sinta dan Rama menari dalam Jiwa mereka. Mereka mempersembahkan semua tarian itu dengan rasa yang ada. Dengan Jiwa yang bergerak. Dengan cinta yang bangkit dari tidurnya selama ini.
Bangun!
Bangkitlah dalam cinta. Hanya dengan itu engkau akan memahami sebuah perjalanan yang kelihatan tampak nyata ini. Hanya dengan bercumbu dalam rasa terdalam itulah cinta Sinta bertemu dengan cinta Rama.
”Masihkan kau sembunyikan tempat itu?”
Tempat itu adalah masa.
Tempat itu adalah abad
Tempat itu adalah saat ini.
Tempat itu adalah kejadian
Tempat itu adalah waktu itu sendiri
Tempat itu adalah diriku dan dirimu
Tempat itu adalah.....
Adalah....
”Adalah apa Sinta?”
”CENTURY”

Oh...
Aku terhenyak. Baru sadar. Baru bangun. Baru melihat. Baru merasakan.
Tentang semua yang ada dalam sebuah panggung kehidupan.
”Apa yang kamu sadari?” tanya Sinta.
”Dalam tempat itu,” kataku.
”Ada apa dalam tempat itu?”
”Ada Aku!”

Oh....
Saat rasa itu meledak, membahana, menggelegar, memancar, menari, meliuk....
Saat rasa itu tersadarkan. Sinta hilang.
Tidak kulihat dia lagi.
Tapi kini aku sadar siapa Sinta dan siapa Rama.
Cinta harus hadir untuk menyadari sebuah rahasia dalam alam semesta, karena rahasia itu sendiri ada dalam cinta.
Bagaimana mungkin hidup tanpa cinta sedangkan cinta itu sendiri yang membawa sebuah kehidupan.
Apakah mungkin percumbuan tanpa cinta sedangkan cinta menyebabkan percumbuan?

Oh...
Aku sadar.. aku sadar.. aku sadar.
Aku memang harus mengajak Sinta untuk pulang,
Bertemu dengan Rama
Walaupun aku tahu siapa Rama,
Oh.....
Bukankah Rama dan aku adalah sebuah persepsi saja?
Sinta sudah menjawabnya. Dia mengulangi lagi jawaban dari segala misteri alam raya ini... ” century”
Aku yakin karena dalam masa itulah aku ada
Karena dalam tempat itulah aku merasa
Dalam saat itulah indah itu ada
Dalam keadaan masa itu....
Percumbuan yang terjadi adalah Syahadat..
Percumbuan yang terjadi adalah Sholat.
Percumbuan yang terjadi adalah memuja
Percumbuan yang terjadi adalah persembahan,
Percumbuan yang terjadi adalah tarian kasih sayang Illahi...

Oh...
Oh....
Oh.....
Oh...
Aku menyadari itu semua dalam kasih sayang suciMu....


-Agung webe-

2 comments:

Anonymous said...

BAGUS! selamat atas gagasan yang menyejukkan ini

sendox said...

waduuh... panjang amat... tapi keren kok... salam kenal