Friday, April 20, 2007

CINTA

CINTA



Seruan para Nabi pada setiap jaman, para Wali pada setiap waktu dan para orang suci yang pernah ada, adalah satu, yaitu cinta kepada Allah. Mereka memberikan jalan menuju cinta ini melalui beberapa jenjang. Mereka memberikan anak tangga kepada kita untuk memahami cinta yang sejati, cinta tanpa syarat kepada Allah, Tuhan semesta alam raya.
Pada anak tangga pertama, mereka memberikan metode, peraturan yang berguna untuk membentuk diri dan akhlak. Membentuk kedisiplinan dan mempersiapkan komitmen. Tanpa anak tangga pertama, manusia akan kehilangan keseimbangan dalam perjalanan.
Anak tangga itu adalah SYARIAT.
Dalam etape ini, masih ada pemisahan. Ada jarak antara diri dan peraturan. Orang masih mengatakan, ini adalah milikku- dan itu adalah milikmu.

Pada anak tangga kedua, mereka memberikan jalan. Mereka menasehati kita untuk membentuk sebuah keluarga besar, sebuah jamaah. Tentu saja bukan jamaah ekslusif tetapi jamaah inklusif, yaitu jamaah terbuka yang memberikan manfaat kepada masyarakat. Harapan mereka, dalam perkumpulan itu akan bisa saling menasehati, saling membantu dan menjaga pergaulan dari pergaulan luar yang tidak baik.
Anak tangga itu adalah THARIQAT.
Dalam etape ini, sudah tidak ada jarak antara satu dengan yang lain. Mereka sudah merasa memiliki dengan persaudaraan yang saling membantu. Dalam etape ini, orang akan mengatakan, milikku adalah milikmu - dan milikkmu adalah milikku.

Pada anak tangga ketiga, mereka memberikan esensi, namun masih ada jarak antara makhluk dan penciptaNya. Esensi ini akan terbuka dengan tambahnya kesadaran seseorang akan sang pencipta, kesadaran akan Khalik-nya
Anak tangga itu adalah HAKEKAT.
Dalam etape ini, kesadaran seorang insan sudah merasakan kehadiran Allah di mana-mana. Ia sudah merasakan bahwa Allah-lah yang menggerakkan semua ini. Allah-lah yang mempunyai semua ini. Seseorang akan menyadari, bahwa aku dan kamu tidak memiliki apa-apa, yang memiliki semuanya adalah Alllah.

Pada anak tangga keempat, penyadaran esensi ini akan lebih dalam. Yang terjadi semata-mata karena hidayah Allah. Yang mereka lihat hanyalah Allah.
Anak tangga itu adalah MA’RIFAT.
Dalam etape ini, kesadaran seseorang adalah puncak kesadaran dzikir. Kesadaran badan sudah hilang, sudah fana, yang ada hanyalah kesadaran Illahi.
Kesadaran seseorang akan meningkat dengan kesadaran Illahi, aku dan kamu-pun tidak ada, yang ada hanyalah Allah.
Al-Baqarah (2) ayat 115, Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah . Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.

Anak tangga kelima adalah anak tangga dimana kita harus berkarya lagi di dunia. Tidak ada gunanya dzikir sepanjang malam tanpa bekerja. Tidak ada gunanya berdiam diri tanpa melakukan sesuatu yang berguna untuk sesama manusia. Yang kita lakukan haruslah tanpa pamrih dan penuh cinta.
Anak tangga itu adalah MAHABAH
Dalam etape ini, seorang insan sudah bisa merasakan cinta sang Khalik, dan ia meneruskan cinta itu kepada sesama manusia tanpa pamrih, tanpa meminta balasan. Apapun yang ia lakukan, dilakukan tanpa pamrih. Kalaupun pamrih itu ada, ya cinta itu sendiri. Ibadah baginya bukan hubungan dagang, dimana kalau melakukan sesuatu akan menerima sesuatu. Cinta menjadi ibadahnya. Cinta menjadi dirinya. Apapun yang dilakukan selalu diwarnai oleh cinta.

Pada setiap tingkat, kalau kita melihat dengan kacamata satu arah akan terlihat perbedaan. Orang akan mengatakan bahwa si A tidak sepaham dengan si B. Si ini tidak setuju dengan si itu. Namun apabila sebuah akar dan realitas dipahami secara mutlak dan tidak setengah-setengah, muara dari semua kata dan konsep yang ada adalah cinta Illahi semata.
Ali Imran (3) ayat 31, Katakanlah: "Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Mencintai Allah adalah juga mencintai Rasul Allah. Mencintai Rasul juga mencintai Allah. Namun, cinta kita sekarang kadang tidak bisa dibedakan dengan ego kita. Ego untuk meniru bukanlah cinta, ego untuk membenarkan tindakan kita seperti tindakan Nabi bukanlah cinta.
Cinta, sekali lagi adalah tanpa pamrih. Tanpa harapan untuk menerima kembali apa yang kita lakukan.
Jalan cinta bukanlah jalan yang enak dan nyaman. Jalan itu penuh onak duri. Penuh ranjau dan kadang menyebabkan kita sakit, bahkan berdarah! Lihatlah sejarah para Nabi dan pengikutnya, betapa cacian dan makian serta hujatan dan serangan dari pihak-pihak yang terancam kemapanannya terus bergulir. Padahal, yang mereka serukan satu, sama pada setiap jaman, yaitu cinta Illahi tanpa pamrih!
Cinta Illahi adalah cinta sejati. Cinta yang tidak menuntut. Cinta yang menyebabkan sebuah kebahagiaan sejati pula, bukan kebahagiaan semu, bukan kebagaiaan sementara. Nabi muhammad berkali-kali menyerukan bahwa kebahagiaan hasil cinta kepada Allah adalah kebahagiaan sejati, namun berkali-kali juga kita tidak mempercayainya karena ego kita, karena cinta semu yang kita rasakan dari dunia lebih terasa dari cinta Illahi.
At Taubah (9) ayat 24, Katakanlah: "jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNYA dan dari berjihad di jalan NYA, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

Sudahkah kita menapak di jalan cinta? Atau kita masih senang dengan kesemuan yang kita dapatkan dari kemewahan dunia ini?



Salam

Agung webe

No comments: