Friday, April 20, 2007

HA NA CA RA KA

HA NA CA RA KA
Ilmu Islam dalam huruf Jawa




Dalam cerita rakyat Jawa,
Huruf Jawa tercipta pada jaman Aji Saka. Aji Saka datang ke tanah Jawa dan melafalkan huruf yang kita kenal dengan huruf Jawa.
Bilia Aji Saka hanya orang biasa yang tidak tahu apa-apa, maka gema huruf Jawa ini tidak akan sampai seperti sekarang.
Siapakah Aji Saka?
Yang jelas, AJi Saka memahami kultur Jawa dan berhasil melakukan akulturasi dalam penyampaian ajaran luhur tentang spiritualitas Islam.
Huruf Jawa itu adalah
Ha na ca ra ka
Da ta sa wa la
Pa da ja ya nya
Ma ga ba tha nga

Apa yang mau disampaikan oleh Aji Saka dalam metofora huruf Jawa-nya?

Dalam tradisi Jawa, mengenal kalimat yang berbunyi “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu.”
Dalam lakon Wayang, ‘Sastra Jendra’ itu dikenal sebagai ilmu pamungkas yang sangat sakti. Ilmu ‘Sastra Jendra’ ini adalah ilmu Makrifat yang hanya didapat setelah laku bertapa.
Sastra Jendra inilah yang diterima oleh Nabi Muhammad di gua hira.
“IQRA” itulah sastra jendra.
Sastra Jendra artinya adalah Ayat Allah. Sastra=ayat, Jendra=Tuhan/Allah
Siapa yang menguasai Sastra Jendra, dalam lakon wayang akan mengetahui ilmu rahasia di alam semesta. Dia akan dapat berkomunikasi dengan Tuhan sehingga segala tabir akan disingkapkan.
Dan Sastra Jendra ini sangat mungkin untuk dicapai oleh semua manusia yang melakukan disiplin spiritual secara khusyuk.

Untuk itu,
Akulturasi budaya yang diberikan oleh Aji Saka untuk mencapai Iqra, untuk menguasai Sastra Jendra diberikan dalam huruf Jawa.
Karena ilmu Sastra Jendra ini adalah ilmu Makrifat yang tinggi maka rahasia yang diberikan dalam huruf Jawa itupun diberikan secara pembacaan terbalik.

Dalam tradisi Jawa dikenal adanya ‘Caraka Walik’, yaitu pembacaan terbalik dari huruf Jawa untuk memahami Sastra Jendra itu.
Hal itu kemudian pembacaan Caraka Walik dijadikan mantra yang diulang-ulang untuk mendapatkan ilmu Sastra Jendra.
Apa yang terjadi?
Tidak akan terjadi apa-apa!
Karena maksud Aji Saka bukanlah sekedar membaca terbalik dari huruf Jawa tersebut. Tetapi memaknai huruf itu secara terbalik.

Huruf Jawa terbalik itu adalah:
Ma ga ba tha nga
Pa da ja ya nya
Da ta sa wa la
Ha na ca ra ka
Dalam huruf-huruf diatas terkandung Sastra Jendra! Menguak IQra! Mendalami spiritualitas Islam!

Marilah kita coba tafisrkan huruf tersebut dari sisi bahasa Jawa, dari susunan yang tidak terbalik. Dan susunan tidak terbalik ini adalah penggambaran mengapa terjadi pertengkaran di muka bumi, mengapa terjadi perselisihan dan peperangan dan kemungkaran.

Ha na ca ra ka = ada ucapan, ada kata-kata
Da ta sa wa la = terjadilah perselisihan
Pa da ja ya nya = sama-sama ngotot dan sama-sama kuatnya
Ma ga ba tha nga = terjadilah bangkai / mati.

Makna yang dapat kita ungkap adalah karena adanya kata yang disusun, maka terjadi argument dan perdebatan yang menyebabakan perselisihan. Perselisihan itu akan sama-sama kuat yang mengakibatkan peperangan yang mematikan dan akhirnya mati sia-sia.

Untuk mengatasi itu semua? Untuk mencapai Sastra Jendra?
Baliklah huruf Jawa tersebut!

Ma ga ba tha nga = terjadilah bangkai / mati
Pa da ja ya nya = sama-sama ngotot dan sama-sama kuatnya
Da ta sa wa la = terjadilah perselisihan
Ha na ca ra ka = ada ucapan, ada kata-kata

Inilah spritualitas Islam.
Supaya terjadi kedamaian, menyebarkan Rahman dan Rahim-Nya, mencapai kehidupan Surga, maka kunci pertama ada pada kata pertama dari Caraka Walik tersebut:
Ma ga ba tha nga = terjadilah bangkai / mati

Untuk mencapai Tuhan, untuk mengalami Allah, untuk mencicipi kebenaran, kita memang harus menjadi bangkai, kita harus mati. Matilah dulu! Ini adalah Syahadat! Dalam bersyahadat kita mematikan diri kita. Kita meniadakan diri kita.
Dalam syahadat, kita mati dan yang ada hanyalah kesaksian tentang Allah dan jalan yang ditunjukkan oleh Rosul Muhammad.

Sehingga setelah kita menjadi bangkai, setelah kita mati maka tiga baris huruf Jawa berikutnya akan menjadi penyangkalan, yaitu:
Pa da ja ya nya = tidak akan terjadi adu kekuatan
Da ta sa wa la = tidak terjadi perselisihan
Ha na ca ra ka = tidak ada ucapan,tidak ada kata-kata.

Tidak ada ucapan,. Tidak ada kata-kata, yang ada hanyalah firman Allah yang kita lihat dimana-mana. Yang kita lihat hanyalah Allah di mana-mana.
Kondisi inilah kondisi Sastra Jendra, kondisi Iqra seseorang.

Pemaknaan huruf Jawa terbalik adalah mengajak kita untuk bersyahadat, untuk mendalami spiritualitas Islam.
Apa yang terjadi dewasa ini?
Kita masih ramai, masih ribut, masih berantem, karena syahadat kita hanya syahadat mulut yang tidak disertai oleh kematian kita.
Kematian ini adalah kematian pola pikir lama kita. Kematian dogma lama kita. Kematian ego manusia!

Beranikah kita mematikan diri kita dan digantikan oleh tangan Allah yang Maha lembut dan selalu menyebarkan Rahman dan Rahim??


Agung webe

No comments: