Friday, April 20, 2007

NIETCHE

NIETCHE (dari sisi Tauhid)





Seperti permata, kita bisa melihat apa yang ditulis Nietche dari beberapa sisi. Setiap sisi pastilah mengandung sudut pandangnya sendiri-sendiri. biarlah hal itu menjadi kekayaan pandangan. Tidak ada yang salah, tidak ada yang benar mutlak.

Nietche yang saya kenal lewat tulisan-tulisannya memang seorang ATHEIS. Ya! Dia atheis mutlak! Tetapi apakah karena dia atheis kemudian kita akan menolak mentah-mentah? Bagi saya tidak. Nietche sedang berjalan. Kita juga sedang berjalan. Semua sedang berjalan. Apa yang diungkapkan seseorang pada saat itu adalah pandangannya saat itu. Bisa saja berubah esok hari atau lain waktu. Semua dalam proses perjalanan!
“Bis sedang melaju, jangan berhenti di satu pemberhentian bis, melajulah terus. Keep going,”

“Tuhan telah mati. Kitalah yang membunuhnya!” demikian kata Nietche.
Saya setuju dengan ungkapan itu! Mari kita lihat sisi Tauhid dari ungkapan itu!
Yang dimaksud Tuhan oleh Nietche bukanlah Tuhan yang Esa, bukan Tuhan yang sebenarnya. Tuhan yang dimaksud oleh dia adalah tuhan palsu yang sering diciptakan oleh manusia. Untuk menemukan, untuk merasakan, untuk menghayati Tuhan yang benar, Tuhan yang Maha Esa, tuhan palsu itu harus mati. Mengapa?
Ya, begitu banyak manusia yang menciptakan tuhan palsu. Ada tuhan jabatan, ada tuhan kuasa, ada tuhan uang, ada tuhan kedudukan, ada tuhan ketenaran, ada tuhan pikiran, ada tuhan pemahaman, ada tuhan konsep!
Semua itu harus mati! Kita harus membunuh semua konsep itu (Nietche mengatakan dengan bahasanya bahwa konsep itulah tuhan palsu. ini bahasa dia). Semua konsep buatan pikiran kita harus kita bunuh untuk menemukan Tuhan yang sebenarnya, Allah yang Maha Esa.
Sebenarnya Nietche sedang menyindir kita yang sering menduakan Tuhan secara tidak sengaja. Jabatan, uang, pemahaman, konsep yang kita jadikan seperti tuhan itulah yang harus kita bunuh!
Bukankah kita harus percaya bahwa tidak ada tuhan selain Allah? Bagaimana kita akan mamahami tauhid kalau konsep-konsep kita sendiri belum mati? Belum kita bunuh? Sadarkah kita bahwa kadang kita mempertahankan pendapat mati-matian seakan-akan itulah yang paling benar? Tidak sadar kita telah menciptakan tuhan konsep!
Nabi Muhammad saat itu juga harus membunuh pemahaman dan konsep yang salah tentang Tuhan. Beliau membabat habis konsep para kaum Jahiliyyah, para kafir Quraish. Beliau membunuh tuhan-tuhan palsu yang ada sehingga pemahaman tentang Allah yang Maha Esa bisa dimaknai oleh pengikutnya. Kalau saya katakan membunuh, bukan berarti dalam arti yang sebenarnya, tetapi mematikan pandangan tentang Tuhan yang salah.
Dalam kapasitas itu, saya melihat Nietche bukanlah seorang atheis sepanjang waktunya. Dia sedang berjalan menuju kepada Tauhid sejati. Hanya saja kapan pemahaman dia bisa dikatakan dalam bahasa yang tidak kontroversial, dalam bahasa yang tidak mendatangkan polemik, kita tidak tahu perjalanan batin seseorang.
Bagi saya, seorang sastrawan/filosof seperti Nietche bisa menggunakan bahasa seperti itu untuk menyindir kita yang mengaku telah ber-tauhid, yang mengaku telah ISLAM tetapi masih menyimpan konsep-konsep pemikiran yang kita dudukkan melebihi kebenaran Allah. Juga sindiran bagi kita yang masih mendudukkan uang, jabatan, ketenaran, nama baik, gengsi melebihi Allah itu sendiri.

Satu lagi sindirannya yang mengena bagi kita.
“Kalau ada tuhan yang bisa menciptakan apa saja, aku ingin menjadi tuhan!” kata Nietche.
Tidak sadarkah bahwa itu sebenarnya adalah sindiran bagi orang-orang yang merasa bisa berbuat apa saja dengan uangnya, dengan jabatannya, dengan kekuasaannya? Bukankah orang-orang seperti itu sudah menganggap dirinya tuhan? Harusnya kita malu dengan sindiran seperti itu dan tahu diri. Cepat-cepat memperbaiki diri sendiri. Bukan malah marah dan menghujat Nietche!
Kalau dalam bahasa Jawa ada istiliah “ngelulu”. Yaitu menyindir dengan membesarkan kepalanya. Itulah yang dilakukan Nietche. Dalam tradisi Jawa, orang yang “dilulu” ini juga kadang tidak merasa. Malah marah-marah dan menyalahkan orang yang “ngelulu”.
Kalau Nietche masih ada dan menanggapi orang-orang yang marah-marah padanya, mungkin dia akan meminjam ucapan Gus Dur, “Gitu aja kok repot!”
Karena banyak sekali manusia yang merasa dirinya menjadi tuhan, bisa melakukan apa saja dengan uang, pikiran ataupun kekuasaan, maka kata-kata yang “ngelulu” dari Nietche adalah, “aku ingin jadi seperti kamu! Enak kali ya bisa apa saja!”
Harusnya kita sadar dengan sindiran itu. Kemudian buru-buru sadar bahwa apa yang kita lakukan adalah salah dan cepat-cepat kembali kepada jalan yang benar, jalan Tauhid, jalan Islam.

Meminjam ucapan Nietche bahwa Tuhan telah mati, kitalah yang membunuhnya. Maka kali ini saya mendengungkan kembali apa yang telah dikatakan Nietche, tentu saja dengan bahasa saya sendiri untuk memicu keimanan dan mengoreksi sampai mana ketauhidan kita.
“Matikanlah konsep-konsep pikiran kita. Hanya dengan itu Allah Yang Maha Esa dapat kita pahami.”

Kalau kemudian ada yang berkata bahwa Nietche telah lahir kembal, Ya, Nietche masa kini telah lahir dan menyatakan dirinya Islam. Ha ha ha ha.... makanya dia meralat tulisannya pada masa lalu yang belum bisa dipahami oleh kebanyakan orang.
Nietche juga mengatakan, Be Proud being Moslem! Yo!
Ya, kebanggaan sebagai muslim yaitu tatkala kita telah membunuh konsep-konsep tuhan palsu yang secara tidak sengaja kita ciptakan. Uang, jabatan, kekuasaan, ketenaran, pemikiran, dll!
Lewat apa?
Lewat Sholat! bahwa sholat itu bukan hanya ritual fisik saja. ya, dengan penundukkan kepala, dengan sujud, menyentuhkan kepala ke tanah, itu sebagai tanda bahwa konsep-konsep pikiran kita telah kita leburkan serendah-rendahnya.
Di tanah suci sudah tidak ada lagi konsep lain. Semua sama dalam Ihrom. Konsep-konsep yang dibawa oleh manusia sebelumnya telah mati di sana! Kalaupun belum, harus dibunuh oleh kita sendiri. ya, siapa yang bisa membunuh konsep kita kalau bukan kita sendiri? Membunuh konsep itu dalam bahasa sederhana adalah membuka hati. Kalau ada yang alergi dengan kalimat membunuh konsep, ya pahami sebagai membuka hati. Sama saja, sami mawon!
Jadi jangan sampai disindir oleh Nietche, “Eh baru pulang haji kok mau menjadi tuhan, mau dong.....kan bisa apa saja!” ...malu kan?
Dengan terbunuhnya konsep pikiran selama haji, yaitu terbunuhnya ego, maka kembali ke Indonesia, sudah menjadi orang yang bijaksana dan berpandangan luas serta jernih!

Kemudian dengan Tauhid gaya Nietche ini, kita siap menerima Allah Yang Maha Esa. Kita siap ber-Syahadat!
Allahu Akbar!! Allahu Akbar!! Allahu Akbar!!!

agung webe

No comments: