Friday, April 20, 2007

QURAN

QURAN






Al-Quran adalah kitab suci yang merupakan petunjuk umat manusia.
Al Baqarah ayat 2, Kitab ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,
Al Baqarah ayat 185, bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda . Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan , maka , sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
Hal mengenai petunjuk pernah kita renungkan bersama dalam topik PETUNJUK. Kali ini kita akan menyelami Quran sebagai kitab yang menerangi.
Ali Imran (3) ayat 138, ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
An Nuur (24) ayat 34, Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penerangan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
Yaasin (36) ayat 69, Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Quraan itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan.
Saat seorang Nabi hadir, ia hadir dalam sebuah komunitas kaum yang sedang mengagung-agungkan sesuatu. Nabi Musa hadir dalam komunitas yang sedang menyenangi sihir. Maka Musa di berikan mu’jizat sejenis itu. Nabi Isa hadir dalam komunitas yang sedang menyenangi penyembuhan, maka Isa hadir dengan mu’jizat itu. Demikian juga dengan Nabi Muhammad. Muhammad hadir dalam komunitas kaum yang sedang menyenangi syair dan karya sastra, maka firman Allah hadir dalam bentuk kata-kata yang sangat indah. Namun Quran bukanlah karya sastra. Ia melebihi sastra yang ada. Kalaupun dikatakan sastra dalam arti tulisan, ya, ia merupakan sastra Illahi, tulisan Illahi.
Bagaimana tidak merupakan sastra Illahi, apabila seorang Muhammad yang melantunkannya itu adalah seorang buta huruf yang kenal baca tulis? Ya, sebuah sastra Illahi yang dipahami oleh seseorang lewat qalbu-nya, masuk dalam fuad-nya, sehingga seluruh jiwanya bergetar untuk melantunkan sastra itu. Muhammad tidak memerlukan pendidikan untuk itu. Ia tidak memerlukan kursus untuk itu.
Sastra Illahi yang kita kenal dalam bentuk Quran sekarang, hanya Nabi Muhammad-lah yang benar-benar tahu tentang tafsir dan pemahamannya, karena lewat beliau sastra itu mengalir. Pada jaman Muhammad masih hidup, masyarakat tidak terlalu kesulitan untuk bertanya tentang ayat-ayat yang tidak mereka pahami, karena pemegang kunci utama masih bisa mereka hubungi. Pada saat sekarang, quran memerlukan pemahaman yang jernih karena Sang Maestro sudah tidak ada. Pada setiap ayat, saat sekarang ini, setiap orang dapat melakukan tafsir pembenaran untuk melegalkan pendapatnya.
Bagaimana bisa seseorang melakukan tafsir untuk pembenaran?
Kita akan menyelami hal ini melalui pemahaman Quran sebagai penerang.
Quran adalah sebuah kitab suci. Kitab yang kalau kita artikan buku, maka quran adalah buku suci yang berisi sastra Illahi. Karena ia merupakan buku, maka sesungguhnya ia adalah barang mati tak ubahnya seperti buku-buku yang lain. Sampai di sini banyak yang akan gerah apabila quran dikatakan sama seperti buku-buku yang lain. Ingat, yang Maha Suci hanyalah Allah. Yang Maha Tinggi hanyalah Allah. Kita jangan terjebak untuk menuhankan hal selain Allah. Walaupun quran berisi sastra Illahi, firman Allah, tetapi jelas quran bukanlah Allah itu sendiri.
Quran akan menjadi barang mati tak ubahnya buku-buku yang lain kalau kita menempatkan quran dalam tempat yang tak terjamah dan hanya menjadi pajangan atau hiasan rak buku kita. Dengan posisi itu, quran tidak akan bisa menjadi alat penerang bagi manusia. Quran akan hidup apabila diberi nafas oleh manusia. Ayat-ayatnya akan bersinar apabila kita menyinari dengan hati kita.
Orang-orang yang tidak terang hatinya adalah orang yang hatinya tertutup oleh keinginan-keinginan dan tujuan-tujuan yang hanya akan menguntungkan dirinya sendiri atau kelompoknya. Ingat, Al quran adalah penerang umat manusia, petunjuk bagi umat manusia, bukan hanya untuk golongan tertentu dan hanya untuk umat Islam saja. Namun untuk umat manusia! Orang-orang yang hatinya tertutup untuk tujuan-tujuan tertentu inilah yang bisa menjadikan tafsir sebagai alat pembenaran bagi pendapatnya. Hasilnya, ayat quran yang seharusnya digunakan untuk mencari solusi dari kenyataan yang ada malah digunakan untuk berdebat, untuk adu dalil.
Memang, karena quran memerlukan sebuah pemahaman, maka pemahaman-pun akan bertingkat sesuai dengan taraf kesadaran seseorang saat itu. Bisa saja kita memahami quran hari ini, apabila kita ulangi pada bulan berikutnya pemahaman kita akan lain, akan meningkat lagi. Demikian seterusnya. Maka, sebuah pemahaman hendaknya digunakan untuk menapak dan mengembangkan perkembangan spiritual iman kita, bukan kita paksaan kepada orang lain. Orang lain tentu punya pemahaman sendiri sesuai tingkat kesadarannya.
Yang harus kita baca sebenarnya adalah quran yang ada dalam hati kita sendiri. Ayat yang ada dalam diri kita, juga yang ada di mana-mana.
Fushshilat (41) ayat 53, Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quraan itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?
Adz Dzaariyat (51) ayat 21, dan pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?
Membaca quran dalam diri dan pada segala penjuru ini memerlukan sebuah pelita, sebuah alat penerang. Inilah fungsinya quran sebagai penerang. Ia akan menerangi dan memberikan petunjuk kepada kita untuk memahami ayat-ayat Allah yang tersebar di seluruh alam, juga dalam diri kita sendiri. Apabila hati kita tertutup oleh keinginan ego, maka quran tidak akan menjadi alat penerang, melainkan menjadi alat pembenaran.
Apabila lama kelamaan hati kita tersentuh oleh pelita, nantipun hati akan tertulari nyala pelita juga. Ia juga akan menyala. Setelah hati juga menyala, ia baru akan bisa menerangi hati yang lainnya, membantu memberi penerangan kepada hati yang lain. Inilah hati para Nabi, para Wali, dan para Guru.
Jadikanlah quran sebagai alat penerang sehingga kita bisa membaca ayat-ayat Allah yang tersebar di mana-mana, di segala penjuru alam. Jangan menjadikan quran sebagai sebuah buku mati yang hanya kita pandangi. Jangan pula mensucikan quran melebihi mensucikan Allah. Ayat-ayat dalam quran akan menjadi bermakna dan hidup apabila kita, manusia menyentuhnya dengan hati yang terbuka dan kesediaan kita untuk menelaah dan memahaminya. Membaca quran bukanlah hanya membeokan suara yang ada, namun membaca adalah kesediaan kita untuk ‘tersulut’ pelitaNya, yang akhirnya peneranganNya menerangi kita untuk membaca juga ayat-ayatNya yang tersembunyi di balik segala materi yang ada.
Sudahkah kita siap tersulut sebuah pelita yang menyala?
Kalau kita siap untuk tersulut, singkirkan segala kepentingan ego dalam diri. Penerangan itu bukanlah sesuatu yang akan menjadikan kita gencar untuk berdalil, bukan pula sesuatu yang akan kita gunakan untuk berdebat, bukan pula merupakan keyakinan mutlak yang tak terbantahkan. Kebenaran tunggal hanya milik Allah, hanya Dia yang Maha Suci adanya.
Namun, gunakanlah pelita itu untuk menerangi perjalanan kita, untuk memicu perkembangan spiritual iman kita. Penerangan itu akan semakin menerangi kita kepada sebuah jalan yang lurus, jalan yang akan membawa kita kembali kepada Allah.
Siapkah kita untuk itu?

AGUNG WEBE

No comments: