Friday, April 20, 2007

SYAHADAT

SYAHADAT




Dalam rukun Islam, Syahadat adalah rukun yang pertama. The first rule! Penempatan syahadat dalam urutan pertama sebelum sholat, puasa, zakat dan kemudian haji ini bukan tanpa sebab. Bukan pula kebetulan begitu saja yang diberikan oleh Allah lewat nabi Muhammad yang tercinta. Segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah rencana Allah. Segala peristiwa yang terjadi adalah rencanaNya. Tidak ada sesuatu yang terjadi diluar peraturanNya.
Al-An’aam (6) ayat 59, Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya , dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata ".
Karena Syahadat adalah aturan pertama, maka sesungguhnya ia memegang peranan kunci dalam pemahaman Islam. Seluruh tindakan dalam rukun-rukun selanjutnya sangat dipengaruhi oleh pemahaman dari syahadat ini. Islam yang mengajak untuk berserah diri total kepada Allah, hanya berpaling kepada Allah, hanya bersandar kepada Allah, sangat ditentukan oleh syahadat.
Mengapa kali ini kita merenung tentang syahadat? Karena kita lihat, banyak ulasan tentang sholat, puasa, zakat dan haji. Namun jarang sekali yang menyelami syahadat. Yang terjadi, syahadat hanya dijadikan sebagai sebuah formalitas pengukuhan akan keislaman seseorang. Seseorang, yang apabila sudah membaca syahadat, akan dinyatakan sudah Islam. Sungguh sebuah tindakan yang sangat formalistik.
Keadaan Islam, bukanlah keadaan formal yang bisa diukur hanya dengan pengucapan syahadat, hanya dengan tindakan sholat, dengan melakukan puasa dan dengan menunaikan haji. Namun ya, seluruh rukun Islam itu adalah sebuah metode untuk mencapai kepasrahan total kepada Allah. Hanya dengan melakukan rukun-rukun tersebut, seseorang akan dapat mengalami sebuah kepasrahan tanpa syarat. Sebuah kepasrahan yang tercipta karena kita menyadari bahwa kita akan kembali kepada Allah. Bukan karena ingin pahala, bukan juga karena takut neraka.
Surat Yunus (10) ayat 4, Hanya kepadaNyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah....
Al Baqarah (2) ayat 46, orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
Asy-Syu’araa (26) ayat 50, Mereka berkata: "Tidak ada kemudharatan ; sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami,
Az-Zukhruf (43) ayat 14, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami".
Al-mukminuun (23) ayat 60, Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka ,
Bagaimana kita meyakini bahwa kita akan kembali kepada Allah? Orang-orang yang mengharapkan sesuatu, walaupun itu adalah juga sebuah tingkatan pemahaman, sebuah maqam, mereka belum meyakini bahwa nanti akan kembali kepada Allah. Bagaimana bisa? Ya, sangat bisa. Seseorang yang sudah meyakini bahwa kita berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah akan menyadari kefanaan dunia ini. Kesementaraan dunia ini.
Surat Muhammad (47) ayat 36, Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau.
Syahadat adalah kesaksian. Dengan ber-syahadat, kita tengah menjadi saksi. Kita tidak hanya mengucapkan dengan bibir saja. Namun sadarilah bahwa kita sedang menyaksikan! Apa yang kita saksikan? Marilah kita renungkan kembali arti syahadat ini,
AKU BERSAKSI BAHWA TIDAK ADA TUHAN SELAIN ALLAH. DAN AKU BERSAKSI BAHWA MUHAMMAD ADALAH UTUSAN ALLAH.
Ketika kita bersaksi, bukankah kita telah melihat semuanya? Ketika kita bersaksi bahwa ada orang mencuri, kita harus bisa bertanggung jawab dan membuktikannya. Kalau kita tidak melihat orang mencuri, bagaimana bisa kita bersaksi tentang pencurian?
Bersaksi adalah tindakan yang berat. Kalau kita berkata, ‘saya bersaksi’, artinya bahwa kita sanggup membuktikan tentang kesaksian kita.
Bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, artinya kita benar-benar menyaksikan keesaan Allah. Dengan penyaksian ini, kita benar-benar akan meyakini bahwa nanti akan kembali kepada Allah. Dengan penyaksian ini, sandaran kita hanyalah Allah.
Selama ini, benarkah kita telah bersaksi? Benarkah kita telah ber-syahadat dengan seluruh jiwa raga kita? Ataukah syahadat kita hanya sebatas mulut?
Ketahuilah, kesaksian yang hanya di bibir adalah saksi palsu! Apabila kita bersaksi dengan hanya membeo, kita telah menjadi saksi palsu!
Apabila kita mengatakan melihat dan bersaksi tentang pencurian, padahal kita tidak melihat dengan mata kepala sendiri dan hanya kata orang, kita telah menipu. Kita telah menjadi saksi palsu atas suatu peristiwa.
Dengan demikian, apakah kita selama ini tengah menjadi saksi palsu dalam Islam? Pentingnya syahadat adalah kesaksian merupakan gerbang utama dari Iman. Setelah kesaksian itu, rukun-rukun selanjutnya adalah implementasi dari kesaksian kita. Melakukan shalat, hanyalah karena penyaksian kita tentang Allah, shalat kita tentu saja karena Allah, bukan karena yang lain. Demikian juga dengan puasa, zakat dan haji.
Lalu bagaimana supaya syahadat kita bisa menjadi sebuah kesaksian? Bukan syahadat yang hanya diucapkan di bibir saja?
Nabi Muhammad adalah seorang saksi. Beliau telah menyaksikan keesaanNya.
Surat Al-Fath (48) ayat 8, Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan,
Jadi sahabat-sahabat yang dituntunnya untuk bersyahadat, akan menyaksikan pula tentang keesaan Allah. Mereka akan tertular kesaksian itu karena yang menuntunnya juga seorang saksi asli. Syahadat adalah sebuah virus, ia akan menular kalau yang menularkannya seorang yang telah bersaksi. Virus syahadat adalah sebuah virus kesadaran Islam.
Jadi, memang tidak semua orang bisa untuk menuntun ber-syahadat. Kalau hanya menuntun supaya orang mengucapkan syahadat, semua orang islam bisa melakukannya. Namun, menuntun orang untuk bersaksi, diapun harus sudah bersaksi. Seorang saksi, saksi keesaan Allah adalah orang yang selalu menerapkan dan meng-implementasikan sifat-sifat Allah dalam keseharian meraka. Mereka selalu melihat kebenaran di mana-mana. Selalu melihat tangan-tangan Allah bergerak menggerakkan semua peristiwa. Dalam setiap langkahnya, yang tertinggal hanyalah harum dan cahaya Illahi yang menerangi. Dalam setiap senyumnya, yang tampak adalah rahmatNya.
Mereka bisa saja tidak sepaham dengan orang lain, namun tidak berselisih. Mereka tidak akan berargumen dan adu pendapat, karena yang mereka lihat adalah kebenaran dalam semua sudut pandang.
Kalau saat ini kita belum bisa menjadi saksi, atau selama ini kita telah menjadi saksi palsu, carilah orang semacam itu. Carilah dia yang telah bersaksi dan menularkan kesaksiannya kepada kita. Mungkin orang semacam itu telah lama kita kenal, mungkin ia tersembunyi dan bukan seorang guru, mungkin juga penampilannya sederhana dan tidak menampakkan jubahnya.
Syahadat adalah penyaksian. Mengucapkan syahadat adalah bersedia menjadi saksi! Jadi tidak ada salahnya kalau kita memperbaiki syahadat kita sekarang juga, dan jangan katakan apa-apa kalau memang kita tidak menyaksikan apa-apa. Jangan jadi saksi palsu!

AGUNG WEBE

1 comment:

Putra dVirgo said...

Assalaamu'alikum.......

Sebelumya saya minta maaf.......
Saya mau bertanya tentang arti dari SAYA BERSAKSI BAHWA MUHAMMAD ADALAH UTUSAN ALLAH.
Di sana terdapat kata BERSAKSI, padahal yang namanya bersaksi adalah tau dan melihat dengan betul.
Sedangkan kita tidak tidak mengalami zaman tersebut.

juga mau bertanya, MUHAMMAD yang dimaksud diatas itu siapa?
Apakah nabi Muhammad SAW?

Mohon Bantuannya.........