Friday, April 20, 2007

GENERATION GAP

‘GENERATION GAP’ dalam ISLAM





Perbedaan generasi memang bukan hanya terjadi di lingkungan Islam, tetapi terjadi hampir di seluruh lingkungan, organisasi, bangsa, dunia dan dimana saja dimana masih ada orang-orang yang mempertahankan suatu ‘kebudayaan lama’ dan tidak mau melepaskan belenggu ‘budaya’ itu karena ketakutan tertentu dalam dirinya yang dia sendiri tidak menyadari hal tersebut.
Mengapa perbedaan generasi ada dalam Islam?

Banyak faktor!
Salah satunya adalah, dan ini yang paling mendasar, yaitu Ego. Ego yang sangat tipis dan hampir tidak kelihatan. Bahkan tidak dirasakan sama sekali. Ada generasi yang mengatakan bahwa harus mempertahankan sebuah tradisi tertentu seperti waktu pertama kali tradisi itu berjalan. Mengapa? Kalau kita mau jujur, ada ego yang mau diselubungi dengan mempertahankan hal tersebut.
”semua kemajuan adalah perubahan, namun semua perubahan belum tentu sebuah kemajuan.”
Kita tentu setuju dengan kalimat tersebut.
Kita menginginkan diri kita maju... ke- Islaman kita juga ingin maju. Ke-Imanan kita juga ingin maju. Untuk itu kita melakukan sebuah perubahan dalam diri kita.
Mengapa kita perlu berubah?
Apakah ada yang tidak berubah dalam hidup ini?
There is nothing permanent but changes!
Ya, kemudian ada yang ber-argumen bahwa ada yang tidak perlu dirubah! Ada yang perlu dipertahankan. Kalau semua dirubah, apa jadinya nanti??
Hal yang perlu kita ingat adalah bahwa sebuah perubahan belum tentu kemajuan. Ya, bisa saja kita berubah namun itu adalah kemunduran, bukan kemajuan.
Apakah cara kita untuk memahami Islam harus berubah?
Saya tekankan bahwa saya menulis ’cara kita memahami Islam’, bukan merubah Islam!
Apakah cara kita untuk memahami Islam harus berubah?
Harus!!

Tidak bisa kita pungkiri bahwa perkembangan jaman demikian pesat. Yang dulu belum ada telpon sekarang telpon tanpa kabel. Yang dulu kirim surat melalui pos, sekarang pakai email. Yang dulu belum ada multi media, sekarang banyak ragam multi media. Yang dulu diskusi harus bertatap muka, sekarang ada mailing list.
Bagaimana kita menyikapi perkembangan jaman tersebut?
Bila kita tidak berubah, kita yang akan digilas oleh perubahan tersebut. Kita akan berada jauh di belakang dan tertinggal.

Generation gap! Itulah masalahnya! Perbedaan generasi itulah masalah yang ada.
Hal tersebut contohnya adalah:
n Orang tua selalu membandingkan dirinya dengan anaknya di zaman yang berbeda.
n Pemimpin perusahaan selalu mengukur kerja keras bawahannya seperti tatkala ia menjadi bawahan 30 tahun silam.
n Pejuang angkatan '45 selalu membandingkan susahnya mereka meraih kemerdekaan dengan generasi muda sekarang yang sering diberi label sebagai generasi cepat saji.
n Seorang kyai selalu membandingkan dirinya waktu ngaji dulu dengan anak muda sekarang di jaman yang berbeda.
n Seorang ustad tua selalu mengukur kerasnya dia mencari ilmu dulu dengan mudahnya anak sekarang mendapatkan ilmu dengan fasilitas yang mudah.

Saya ingat cerita kyai yang mencari ilmu dengan harus berhujan-hujan menunggu sang guru membuka pintu rumahnya. Tapi itu adalah kondisi jaman dulu. Juga cerita bahwa naik haji jaman dulu harus menggunakan kapal laut berbulan-bulan ke Mekkah.
Juga jaman dulu sebelum ada mikropon dan pengeras suara, orang mendengarkan khotbah jumat dengan hanya mengandalkan kerasnya suara sang khotib.
Apa yang harus kita rubah dengan itu semua?
Cara kita memahami Islam itu yang harus kita rubah.
Kita tentu tidak akan merubah Islamnya.. Islam tidak akan berubah, karena Islam adalah perubahan itu sendiri.


Islam adalah perubahan?
Ya, Islam adalah perubahan. Karena Islam bukanlah sebuah lembaga mati maka Islam berkembang sesuai dengan pekembangan jaman. Maka dari itu Islam tidak kaku, ia lentur, ia mengalir dan sangat sejuk.
Generasi yang kakulah yang akan membuat Islam itu menjadi lembaga mati, kaku, tegang, tidak mengalir dan panas!

Beranikah kita meruntuhkan dinding generasi pembatas yang tentu saja akan keluar dari daerah nyaman kita?
Daerah nyaman?
Ya, mungkin anda telah punya pengikut, punya jamaah, punya orang yang mengikuti anda, anda telah dianggap sebagai guru agama, dan kenyamanan itulah yang anda pertahankan.
Anda sengaja menciptakan dinding kaku antara generasi anda dengan generasi sekarang hanya karena anda takut kehilangan kenyamanan anda.

Seorang Omar Khayam adalah seorang yang meruntuhkan dinding pembatas generasi. Ia tidak memikirkan pengikut. Seorang Rumi juga, seorang Gazali juga. Justru ketika ia tidak memikirkan pengikut, maka generasi yang tumbuh akan menjadi generasi yang lebih maju dan terang.
Cara kita belajar dengan cara anak2 kita belajar sudah berbeda, apalagi anak2 kita dengan kakek kita, dengan guru-guru pada jaman dulu, jelas bebeda.
Kalau ada yang mendapat pencerahan hanya dengan menonton teve, apa ada yang salah?
Kalau ada yang mendapat pencerahan hanya dengan membaca email, apa ada yang salah?
Tentu tidak. Dan kita tidak akan menghakimi bahwa pencerahan harus didapatkan dengan laku seperti kakek-kakek kita melakukannya pada jaman dulu.

Saya memang sedang memproklamerkan, memprakarsai dengan lantang bahwa kita adalah Islam yang Indonesia, karena kita orang Indonesia! Bukan berarti semua harus diubah dalam bahasa Indonesai, tidak! Namun cara kita ber-Islam adalah berada dalam tanah tumpah darah Nusantara.
Ketika saya ditanya,
Mana yang akan kamu bela, Arab atau Indonesia? (bukan orangnya, tetapi jiwa bangsanya)
Dengan tegas saya akan mengatakan bahwa saya akan membela Indonesia, tanah tumpah darahku!
Saya tidak akan membela Islam, karena Islam-lah yang akan membela saya.. Islamlah yang akan menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan selama ini.
Membela Indonesia bagi saya adalah memperjuangkan semangat Islam sehingga semua manusia Indonesia akan berbudi luhur, berjiwa besar dan menjadi manusia yang mencerminkan sifat-sifat Allah yang mulia.

Perbedaan generasi memang harus diruntuhkan. Dan itu membutuhkan keberanian yang luar biasa.
Bagi generasi yang merasa lebih dulu, merasa tua dan merasa banyak tau, dibutuhkan keterbukaan pikiran bahwa ada generasi muda yang akan menjadi penerus dan hidup di jaman yang berbeda.
Bagi generasi yang lebih muda, dibutuhkan kerendah hatian dan tidak sombong, juga menghormati generasi terdahulu sehingga terjadi sinergi perubahan yang menyebabkan kemajuan bersama.

Islam? Yes!
Negara Islam? No!

Salam
Agung WeBe

No comments: